Jumat, 24 Maret 2023
02 Ramadhan 1444

Bawaslu Dorong Pengawasan Kotak Suara Keliling dan Metode Pos Diperkuat

Sabtu, 21 Jan 2023 - 23:33 WIB
Penulis : Aria Triyudha
20221220 104719 Copy 1280x961(1) - inilah.com
Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja memberikan pernyataan kepada awak media usai Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu, di Jakarta, Selasa (20/12/2022). (Foto: Antara/Boyke L Watra)

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mendorong penguatan pengawasan terhadap pemungutan suara melalui kotak suara keliling dan metode pos dalam pemilu. Hal ini tak terlepas dari banyaknya masalah pada kedua metode yang ditujukan untuk warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri itu.

“Yang paling banyak masalah metode kotak suara keliling dan metode pos. Perlu diketahui kotak suara keliling ini terobosan untuk memfasilitasi pemilih pada negara yang mempunyai banyak pekerja migran Indonesia,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam keterangannya, Sabtu (21/1/2023).

Bagja menjelaskan, pemilu di luar negeri menggunakan tiga metode pemungutan suara yaitu Tempat Pemungutan Suara (TPS), kotak suara keliling, dan metode pos. Kotak suara keliling, menurut Bagja, rentan atas dokumen ganda seperti penggunaan paspor dan kartu pekerja.

Baca juga
Dilema Demokrat: Usung AHY Sebagai Cawapres Atau Legowo

“Menurut saya, kotak suara keliling ini masih relevan sampai sekarang dengan perlunya penguatan pengawasan,” ucap dia menegaskan.

Lebih jauh, kata Bagja mengungkapkan, potensi masalah menggunakan metode pos paling banyak. Hal ini imbas pemilih yang mengambil dua metode sekaligus, yakni mencoblos di TPS yang biasanya ada di kedutaan besar sekaligus juga memilih menggunakan metode pos. “Sehingga memilih dua kali di TPS dan metode pos karena metode pos dikirim dua minggu sebelum hari pemungutan suara,” ujar Bagja.

Selain itu, permasalahan lain yang mencuat biasanya berasal dari daftar pemilih tetap (DPT), termasuk persoalan pakai paspor atau tidak. “Pengalaman pemilu sebelumnya, di Malaysia paspor ditahan oleh pengusaha sehingga pekerja migran hanya mempunyai kartu pekerja,” ujar Bagja.

Baca juga
Dapil di Tiga DOB Papua Segera Ditetapkan

Kemudian, alamat domisili juga sering pula menjadi masalah di negara yang banyak pekerja migran.

“Dulu, ada kasus di Kuala Lumpur, satu alamat untuk sekitar 500 pemilih untuk satu tempat alamat, sehingga kesulitan dalam mengirimkan formulir undangan (C-6),” ujarnya.

Namun, Bagja meyakinkan kalau negara melalui upaya pemerintah dan penyelenggara pemilu sangat kuat untuk menjamin hak pilih.

 

Tinggalkan Komentar