Bekam atau dalam bahasa Arabnya, al-hijamah, merupakan sebuah pengobatan alternatif yang dilakukan dengan cara mengeluarkan darah statis (kental) yang mengandung racun atau toksin dari tubuh manusia. Pengobatan ini sudah ada dan dipraktekkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Dalam Islam, bekam dianggap sebagai pengobatan paling ideal dan terbaik bagi umat Nabi Muhammad. Selain itu dalam berbekam, terkandung banyak kesembuhan dan terdapat kebaikan. Pengobatan ini juga dianjurkan karena banyak ulama yang menganggapnya sebagai sunah.
Metode ini banyak dipraktekkan oleh para kiai (alim ulama) dan santri yang dipelajari lewat ‘kitab kuning’. Tekniknya pun terbilang sederhana, yakni menggunakan api dari kapas atau kain yang dibakar untuk kemudian ditutup dengan gelas atau botol.
Hingga kini pun banyak orang yang melakukan bekam karena dianggap memiliki banyak manfaat kesehatan, salah satunya membantu melancarkan peredaran darah dan relaksasi. Tapi di tengah puasa seperti ini, apakah bekam boleh dilakukan? Agar tidak ragu atau bingung mengenai hukum bekam saat puasa, mari simak dulu ulasan dibawah ini.
Hukum bekam saat puasa
Banyak riwayat yang menjelaskan mengenai masalah bekam. Tentunya hal ini menimbulkan banyak perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang hukum apakah bekam bisa membatalkan puasa atau tidak. Mayoritas ulama mengatakan hal ini tidak menyebabkan batalnya puasa.
Mengutip NU Online, mayoritas Ulama Madzahib al-Arba’ah, bekal tidak membatalkan puasa, sedangkan menurut mazhab Hanabilah membatalkan puasa, baik bagi orang yang membekam atau yang dibekam.
Kemudian menurut Syekh Manshur bin Yunus al-Bahuti, yang merupakan salah seorang pembesar Ulama Hanabilah, menjelaskan perbedaan hijamah dan tindakan melukai tubuh lainnya.
Sebagaimana yang ia tulis dalam kitab monumentalnya, Kassyaf al-Qina’ (2/320). Dijelaskan, melukai tubuh selain hijamah tidak membatalkan puasa karena dua alasan; (1) tidak ada nashnya (petunjuk); (2) tidak didukung analogi (qiyas) yang mapan.
Jika sebelumnya disebutkan bahwa ‘membatalkan puasa, baik bagi orang yang membekam atau yang dibekam, maka hal ini adalah majas. Maksudnya adalah bahwa orang yang membekam dan dibekam bisa terindikasi dalam perkara yang membatalkan puasa.
Hal ini dikuatkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdur Rahman bin Abi Layla, salah seorang sahabat Nabi, yang saat itu beliau bersabda:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْحِجَامَةِ وَالْمُوَاصَلَةِ وَلَمْ يُحَرِّمْهُمَا إِبْقَاءً عَلَى أَصْحَابِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berbekam dan puasa wishol –namun tidak sampai mengharamkan-, ini masih berlaku bagi sahabatnya,” (HR. Abu Daud no. 2374).
Hadits tadi menunjukkan bahwa bekam dimakruhkan jika orang yang dibekam dalam keadaan lemah. Hal ini pun diperkuat dengan riwayat dalam Bukhari dari Anas bin Malik sebagaimana disebutkan sebelumnya.
أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ
“Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Anas mengatakan, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.” (HR. Bukhari no. 1940)
Dari beberapa pernyataan hadis di atas, maka bisa disimpulkan bahwa mayoritas menilai bahwa bekam tidaklah membatalkan puasa. Namun, bekam bisa menjadi makruh jika dilakukan dan membuat orang menjadi lemas karena hal tersebut. Kemudian bisa menjadi haram, jika bekam menjadi sebab batalnya puasa.
Waktu terbaik untuk bekam dalam Islam
Setelah mengetahui hukum bekam saat puasa, kini saatnya menentukan waktu yang tepat kapan harus melakukan bekam. Terdapat beberapa waktu terbaik yang didasari hadis untuk melakukan bekam, yaitu:
1. Bulan 17,19, dan 21 Hijriah
Meskipun sunah, bekam memiliki keutamaan yakni kesembuhan dan kebaikan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, bekam bisa dilakukan pada tanggal tertentu di bulan Hijriah sebagaimana sabda Rasulullah,
“Barang siapa berbekam pada hari ke 17, 19 dan 21 (bulan Hijriyah), maka ia akan sembuh dari segala macam penyakit,” (Sahih Sunan Abu Dawud, II/732, karya Imam Al-Albani).
“Barang siapa melakukan bekam pada tanggal 17, 19 atau 21, akan sembuh dari setiap penyakitnya,” (HR. Abu Dawud).
2. Dilakukan saat perut kosong
Dalam sebuah ilmu hadis disebutkan pula bahwa bekam sebaiknya dilakukan pada saat perut kosong atau dalam rentang waktu kurang lebih 3 jam sesudah makan.
Jika dilakukan pada waktu tersebut maka bekam merupakan pengobatan, namun di luar itu atau dilakukan ketika perut kenyang maka bisa menjadi penyakit.
3. Waktu tengah bulan
Seorang pengarang Al-Qanun, Ibnu Sina pernah berkata: “Dianjurkan untuk tidak bekam pada awal bulan, karena darah belum bergerak dan bergejolak. Juga tidak di akhir bulan karena darah telah berkurang. Melainkan pada pertengahan bulan di mana darah benar-benar telah bergejolak dan banyak karena banyaknya sinar rembulan“
Tinggalkan Komentar