Rabu, 22 Maret 2023
30 Sya'aban 1444

Gugatan Sistem Pencoblosan, Bukti Parpol Enggak ‘PeDe’ dengan Elektabilitas Kadernya

Senin, 02 Jan 2023 - 11:03 WIB
gugatan sistem pencoblosan - inilah.com
Simulasi pemilih menentukan pilihannya di bilik suara terkait persiapan penyelenggaraan Pemilu 2024, di Jakarta, pada (22/3/2022). (Foto: Antara)

Upaya mengajukan uji materi ke Mahkamah Konsitusi (MK), untuk mengubah sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup dalam gelaran Pemilu 2024, menuai polemik.

Langkah ini dipandang sebagai perwakilan dari sikap inkonsistensi partai politik (parpol). Selain itu, parpol juga dinilai kurang memiliki rasa percaya diri alias enggak ‘PeDe’ terhadap elit atau kader partainya, karena ingin sistem pencoblosan diubah.

“Jadi, wacana ini muncul sebagai akibat dari adanya fenomena rivalitas antara popularitas dan elektabilitas antar kader partai dalam diri partai politik,” . jelas pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Nusa Tenggara Timur, Dr Ahmad Atang, dikutip Antara, Minggu (1/1/2023).

Baca juga
Foto: Momen Bawaslu Gandeng BSSN Tangkal Serangan Siber Data Pemilu

Ia menilai jika gugatan sistem ini dikabulkan maka memicu terjadinya politik dagang sapi, dalam penyusunan nomor urut calon legislatif (caleg). Selain itu, pengabulan gugatan adalah bentuk kegagalan negara, karena tidak mampu hadirkan sistem pemilu yang bersifat permanen.

“Oleh karena itu, usulan perubahan sistem ini menggambarkan bahwa kita telah gagal melakukan karena proses politik pemilu kita juga belum menemukan format pemilu yang permanen karena para politisi kita sibuk mengganti aturan main yang selalu membingungkan publik,” katanya.

Diketahui, enam kader partai politik telah melayangkan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait sistem proporsional tertutup dalam perhelatan Pemilu Legislatif 2024.

Baca juga
Pekan Depan, Airlangga-Puan Bertemu Bahas Pemilu 2024

Mereka menilai sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini bertentangan dengan UUD 1945, yakni pasal 1 ayat 1, pasal 18 ayat 3, pasal 18 ayat 1, pasal 22E ayat 3, dan pasal 28 D ayat 1.

“Menyatakan frase ‘terbuka’ pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar pihak pemohon sebagaimana dilansir dari website Mahkamah Konstitusi.

Tinggalkan Komentar