BARU saja bertemu dengan jamaah pengajian di bagian ujung utara Gresik, atas undangan jamaah haji kemaren yang ternyata "keturunan" Abdurrahman bin Auf. Kaya dan ibadah ritual dan ibadah sosialnya bagus serta suami istri hafal al-Qur'an dan suka mengumrohkan orang.
Dalam acara itu saya sampaikan dua nasehat ulama untuk dikaji dan direnungkan bersama: pertama, "jangan pernah kagum pada orang kaya sebelum Anda tahu dari mana asal muasal uangnya dan untuk apa kekayaan itu digunakan. Jangan pernah kagum kepada pejabat sebelum Anda tahu apa yang dia lakukan dengan jabatannya itu."
Harta kekayaan yang tidak pernah "diolahragakan" dengan cara dan untuk acara yang tepat adalah harta benda yang hanya akan menyebabkan beratnya hisab dan pertanggungjawaban di hadapan Allah. Demikian pula jabatan.
Nasehat kedua yang dikaji adalah "hanya orang yang kehidupannya bersih dari yang terlarang yang tak akan pernah sedih dengan musibah dan tidak pernah pusing dengan ujian." Orang-orang sebelum kita bisa dibaca sebagai bukti. Para sahabat dan ulama lampau adalah mereka yang berat ujian dan besar musibahnya, tapi mereka mampu menjalaninya dengan kekokohan jiwa.
Mengapa? Perut mereka sepi dari barang haram, darah dan daging tubuhnya tumbuh dari yanh halal dan baik. Kita harus meneladani mereka dengan memulai membersihkan diri dengan istighfar dan berzakat, infaq dan shadaqah. Salam, AIM. [*]