Jumat, 24 Maret 2023
02 Ramadhan 1444

Kasus Mario Dandy, Pakar Hukum: Keadilan Restoratif Hanya untuk Pidana Ringan

Minggu, 19 Mar 2023 - 22:46 WIB
Kekasih Mario Dandy (20), AG (15) akan diserahkan ke Kejaksaan terkait keterlibatan nya dalam kasus penganiayaan anak dari pengusurs GP Ansor David Ozora (17).
Tersanga kasus penganiayaan terhadap David, Mario Dandy Satriyo, Shane Lukas, dan AG (peran pengganti) saat menjalani proses rekonstruksi di Kompleks Grand Permata, Pesanggrahan, Jakarta, Senin (10/3/2023). (Foto: Inilah.com/Agus Priatna)

Pakar Hukum Tata Negara yang merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Prof. Hibnu Nugroho menyampaikan bahwa penerapan keadilan restoratif di Tanah Air hanya dapat dilakukan terhadap tindak pidana kategori ringan, sehingga tidak dapat diterapkan pada pidana berat, seperti kasus yang menjerat Mario Dandy Satriyo (MDS).

“(Kasus penganiayaan yang melibatkan tersangka MDS) Hukumannya berat, perencanaan (penganiayaan direncanakan) lagi,” ujar Hibnu dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (19/3/2023).

Dengan demikian, dia pun menilai keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk tidak menerapkan keadilan restoratif pada kasus penganiayaan itu sudah tepat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejagung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

Baca juga
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Penyidik Tunggal OJK Bermasalah dan Perlu Koreksi

“Sudah tepat itu karena kalau diterapkan justru akan menyalahi peraturan Kejaksaan Agung,” tutur Hibnu.

Sebagaimana dimuat dalam Pasal 5 Peraturan Kejagung Nomor 15 Tahun 2020, salah satu syarat penerapan keadilan restoratif adalah tindak pidana terkait terancam pidana tidak lebih dari lima tahun.

Hal serupa, tambah Hibnu, juga berlaku untuk tersangka lainnya yakni AG yang masih berada dalam usia anak-anak. Jeratan ancaman pidana berat, kata dia, menutup kemungkinan AG berkesempatan memperoleh keadilan restoratif.

“Sementara AG sendiri, dijerat dengan pasal penganiayaan berat yang ancaman hukumannya di atas tujuh tahun,” ungkap Hibnu.

Hibnu pun menekankan dalam kasus penganiayaan yang dilakukan MDS dan AG, perkara tersebut adalah tindak pidana penganiayaan berat sehingga sulit untuk diterapkan keadilan restoratif karena menyalahi peraturan Kejaksaan.

Baca juga
Lord Luhut di Belakang Rencana Penundaan Pemilu 2024?

Hibnu menambahkan meskipun keluarga korban dimungkinkan untuk menempuh jalan damai, negara belum tentu akan menerima hal tersebut. “Kalau pun pihak keluarga korban menerima, negara pun belum tentu bisa menerima,” tegasnya.

Tinggalkan Komentar