Minggu, 26 Maret 2023
04 Ramadhan 1444

Langkah Jawa Barat Atasi Masalah Stunting

Selasa, 17 Nov 2020 - 20:06 WIB
Penulis : Mia Umi Kartikawati

INILAHCOM, Jakarta - Data Dinas Kesehatan Jabar mencatat, jumlah penderita gizi kurang di Jawa Barat 15,1 persen, sedangkan angka prevalensi stunting 29,2 persen - mendekati angka prevalensi nasional yaitu 30,8 persen.

Tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi, perilaku dan kebiasaan menjadi elemen substansial yang menyebabkan permasalahan gizi ini masih kerap ditemui.

Berbagai upaya khususnya di Jawa Barat telah digalakkan untuk mengatasi permasalahan stunting.

Di antaranya dengan melaksanakan pendampingan kesehatan maternal neonatal dan bimtek, intervensi balita stunting dengan memperbaiki pola makan, pola asuh dan sanitasi, serta pemberian tablet penambah darah kepada para remaja.

“Tak kalah penting, adalah dengan memperhatikan tumbuh kembang anak, serta memastikan pemenuhan gizi seimbang selama masa pertumbuhan”, jelas Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, dr. Siska Gerfianti, MH.Kes, SpDLP, Jakarta, Selasa, (17/11/2020).

Bukan hanya berperan penting pada fase pertumbuhan anak, asupan gizi seimbang dan beragam termasuk protein hewani juga dibutuhkan bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan calon ibu hamil selama fase sebelum dan masa kehamilan untuk mencegah kelahiran anak dengan kondisi stunting.

Pengurus PERGIZI PANGAN Indonesia, DR. dr. Lucy Widasari, M. Si memaparkan, pencegahan berat badan bayi lahir rendah dan stunting  sebaiknya dilakukan dengan mempersiapkan diri sejak masa prakonsepsi - periode sebelum wanita mengalami kehamilan. Berbagai studi menunjukkan pemenuhan gizi bagi wanita sejak masa prakonsepsi, dapat berdampak positif bagi kesehatan ibu dan anak kelak. 

Meski demikian, data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia meningkat dari 37,1 persen pada 2013, menjadi sebesar 48,9 persen.

“Karenanya, edukasi, intervensi dan pemenuhan gizi berkualitas baik pada remaja, ibu hamil, dan fase periode kritis pertumbuhan (1000 Hari Pertama Kehidupan) menjadi sebuah keharusan, agar ke depan dapat tercipta generasi Indonesia yang lebih sehat dan berkualitas,” kata Lucy.(tka)