Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan blak-blakan menjelaskan berbagai hambatan hubungan dagang Indonesia-Arab Saudi, mulai dari masalah perjanjian hingga soal efiensi. Ia pun menyatakan kesiapan untuk mewakafkan diri demi membaiknya hubungan dagang kedua negara.
Menurut Zulhas, sapaan akrabnya, dengan luar biasanya sambutan pihak Arab Saudi atas kunjungan misi dagangnya, memperkuat keinginannya untuk meningkatkan hubungan Indonesia dengan Arab Saudi, terutama perdagangan.
“Bahkan, saya sampaikan ke mereka, saya mewakafkan diri saya untuk meningkatkan hubungan, khususnya dagang antara kedua negara,” kata Zulhas dalam wawancara khusus dengan Wakil Pemimpin Redaksi Inilah.com Rahma Sarita dan CEO Inilah.com Fahd Pahdepie di Jakarta, Kamis (26/1/2022).
Jabatan Zulhas sebagai Menteri Perdagangan memang belum genap satu tahun. Namun, ia terhitung sukses menangani berbagai persoalan perdagangan, seperti kelangkaan minyak goreng yang disusul dengan masalah rendahnya harga tandan buah segar (TBS) sawit. Terbaru, Mendag Zulhas sukses memboyong kontrak kerja sama perdagangan Rp2,3 triliun dari Arab Saudi.

Mendag Zulhas pun viral di beberapa media dalam negeri dan Saudi baik online maupun cetak. “Saya Alhamdulillah (mendapatan sambutan) di luar ekspektasi saya. Di sana disambut, bak keluarga, bak saudara dekat,” ucapnya.
Ia mengaku sangat terharu mendapat penghargaan yang luar biasa baik dari pihak kerajaan, menteri perdagangan, dan masyarakat Saudi yang ia temui. “Seperti keluarga dekat yang lama tak jumpa. Sangat erat, itu luar biasa,” ujarnya seraya terbatuk kecil. Mendag Zulhas pun berseloroh, “Katanya kalau ke Arab yang enggak kena batuk, itu onta. Jadi, saya kena gatal tenggorokan karena digin di sana.”
Sambutan yang luar biasa itu memotivasi Zulhas untuk mempererat hubungan dengan Saudi. “Indonesia dengan Arab Saudi sudah punya hubungan 1.400 tahun. Tapi, hubungan dagangnya kecil. Kurang lebih hanya US$5 miliar. Kita juga defisit,” ucapnya.
Selama periode Januari-November 2022, total perdagangan Indonesia-Arab Saudi mencapai 7 miliar dolar AS atau meningkat 45,42 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$4,81 miliar.
Ia pun membandingkan dengan nilai perdagangan Indonesia dengan Filipina yang mencapai US$10 miliar. Begitu juga Bangladesh yang bahkan surplus US$2 miliar, Pakistan surplus US$3,7 miliar, dan India surplus lebih dari US$9 miliar.
“Tapi, dengan Arab Saudi kok nilainya kecil ya!” timpal dia.

Zulhas pun melihat akar masalahnya, yaitu perjanjian dagang. Dengan Uni Emirat Arab, Indonesia sudah menandatangani perjanjian kerjasama IUAE-CEPA (Indonesia-United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement). “Perjanjian secara komprehensif di mana segala jenis produk kita sudah didaftarkan,” tuturnya.
Ini berbeda dengan Gulf Cooperation Council (GCC) di mana Saudi merupakan bagian di dalamnya. “Kita belum ada hubungan. Karena tidak ada hubungan itu, bayangkan bagaimana nilai perdagangan tidak kecil,” tukas Mendag Zulhas.
Dalam misi dagang Mendag, GCC dan kamar dagang Saudi memberikan respons positif. Kelompok enam negara Teluk itu berjanji akan menyelesaikan berbagai hambatan dagang yang selama ini terjadi antara kedua negara.
Mendag Zulhas kemudian menyontohkan, Abdul Samad al-Quraishi, produk minyak wangi yang terkenal di Saudi. “Dia belanja satu tahun untuk bahan minyak wanginya, kayu gaharu senilai US$1 juta (setara Rp14,97 miliar). Itu dari Papua-Kalimantan,” ungkapnya.

Dalam semua level jalur distribusinya, terdapat makelar yang membuat produk bahan baku itu tidak efisien. “Nanti, makelarnya Jakarta. Di Papua, ada makelarnya dulu. Langsung ekspor ke Riyadh kena lagi pajaknya sehingga lama rantainya. Akhirnya menggunakan jalur Singapura yang kena makelar lagi. Nanti, sampai di Arab ada makelar lagi,” ungkap Mendag.
Begitu juga dengan ekspor perikanan. “Ikan dari Indonesia ada makelarnya. Sampai sana ada makerlarnya lagi,” tuturnya.
Sementara Thailand dan Vietnam dapat langsung mengekspor ke Arab Saudi. Karena itu, produk dari Indonesia menjadi sangat tidak kompetitif. “Harga barang kita kalah, bisa lebih mahal 25 persen hingga 30 persen. Ini bukan soal Islam enggak Islam, ini soal dagang, mana yang efisien, ini yang diterima. Yang mahal ya enggak. Ini yang mesti kita perbaiki hubungan dagang dari sisi perjanjiannya,” imbuh Mendag Zulkifli Hasan.
Tinggalkan Komentar