Senin, 27 Maret 2023
05 Ramadhan 1444

Rasa Empati dan Air Mata Buaya Sambo, Alasan Arif Rintangi Penyidikan

Jumat, 03 Feb 2023 - 13:10 WIB
Antarafoto Sidang Perintangan Penyelidikan 120123 Ak 1 - inilah.com
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua, Arif Rachman Arifin saat bersiap mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (12/1/2023). (Foto: Antara)

Rasa empati terhadap atasannya Ferdy Sambo, merupakan salah satu alasan terdakwa Arif Rachman Arifin terlibat dalam penghilangan barang bukti DVR CCTV di Komplek Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Rasa empati itu muncul, tutur Arif, ketika ia mendengarkan penjelasan dari mantan Kadiv Propam Polri soal kondisi istrinya, Putri Candrawathi. Apalagi Sambo bercerita sembari menangis, usai terjadi peristiwa penembakan Brigadir J.

“Cerita yang disampaikan oleh pimpinan kepada saya pada saat itu terutama dengan apa yang saya lihat dari Bapak FS dan Ibu PC menangis sedih, jujur membuat perasaan saya timbul adalah rasa empati yang begitu besar dari dalam diri saya kepada beliau,” kata Arif saat membacakan pleodi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023).

Baca juga
Meski Tolak Menembak, Ricky Rizal Tak Hentikan Niat Jahat Ferdy Sambo Bunuh Brigadir J

Air mata buaya Sambo membuat Arif tak bisa berpikir jernih, terbawa emosional ingin membantu sehingga dirinya tak awas terhadap kejanganggalan-kejanggalan yang ada pada saat itu.

“Saya seperti terkondisikan oleh rasa empati sehingga tidak ada pemikiran janggal pada saat itu, terlebih dari tampilan raut muka Bapak FS dan Ibu PC sangat sedih dan terpukul dari kejadian yang menimpa ibu (Putri Candrawathi),” tutur dia.

Kala itu, tuturnya, kondisi batin berkecamuk, bingung antara empati dan takut. Namun pada akhirnya ia memutuskan untuk menuruti perintah dari pimpinan, mengganti DVR CCTV di kawasan perumahan tersebut.

Baca juga
Eks Kabais Curiga Bharada E Bukan Penembak Brigadir J

“Keadaan demikian yang muncul dalam setiap kontemplasi saya antara logika, nurani dan takut bercampur sungguh tidak semudah membaca kalimat dalam peraturan tentang menolak perintah atasan, sungguh tidak semudah menyampaikan pendapat,” tandas Arif.

Diketahui, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan denda. Arif dituntut dengan hukuman satu tahun penjara dan Rp10 juta subsider tiga bulan penjara karena bersikap terus terang dan menyesali perbuatannya selama sidang berjalan.

Tinggalkan Komentar